Minggu, 01 Januari 2017

Aku dan Wayan





Aku dan Wayan
Oleh : Fanny J. Poyk
Dimuat di Bali Post Agustus 2016
Semoga masih asyik dibaca di Tahun Baru 2017
Nama kekasihku I Wayan Tresna. Bila nama kalian mirip dengannya, jangan salahkan aku. Ia manis, tidak tinggi namun penurut. Dan aku sangat memanjakan sekaligus menguasainya. Ia selalu menuruti permintaanku, entah itu dinamakan cinta atau takut kehilangan, aku tidak pernah tahu. Yang jelas, sejak ia menjadi pacarku, sepertinya ia selalu terobsesi dengan diriku. Kedengarannya aku memang sombong, tapi kenyataannya memang demikian. Wayan, demikian aku selalu memanggilnya, dengan setia selalu menunggu dan mengantarku ke sekolah, ia menunggu di pinggir jalan dekat rumah bersama motor Honda bebeknya yang kala itu menjadi stempel resmi jika seseorang berasal dari kelas menengah sedikit ke atas.
Dari namanya, siapa pun akan tahu kalau ia berasal dari Pulau Bali, pulau dengan ribuan pesona eksotik budaya dan pura-puranya. Desa Wayan bernama Sukawati, sebuah desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Gianyar. Dari adat-istiadat Bali, Wayan adalah nama untuk anak pertama. Namun pada kenyataannya ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Begitulah, setelah Ketut abangnya, ia kembali memakai Wayan di depan nama Tresna, nama yang membedakan ia dari ‘Wayan’ lainnya yang ada di pulau dengan suguhan destinasi wisata menawan itu.
Ketika Wayan menyatakan isi hatinya padaku, aku hanya tertawa sekejap. Kala itu kami masih sama-sama duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Atas. Wayan berkata kalau ia akan mencintaiku seumur hidupnya asal aku bilang bahwa aku mencintainya. Ya…ya… ucapan cinta meluncur ringan dari bibirku. Tapi sesungguhnya, kelemahan Wayan adalah dia begitu dahsyat mencintaiku, itulah yang membuat aku menemukan lahan baru untuk mengisi perutku yang selalu lapar. Sebagai anak seniman sekaligus penulis miskin, ayahku tak pernah mampu untuk memberiku uang jajan ke sekolah. Bahkan ibuku kerap menulis surat ke bagian administrasi sekolah untuk meminta perpanjangan waktu bila masa bayaran iuran sekolah tiba. Kejadian seperti itu sudah biasa. Dan aku kerap mengempeskan ban sepeda I Ketut Sadha petugas penagihan bayaran uang sekolah jika ia hendak mengumumkan nama-nama yang nunggak membayar di depan kelas. Aku tak hanya malu, namun bisa saja Wayan menganggapku remeh nantinya. Tapi pada kenyataannya Wayan sangat memperhatikan keberadaanku. “Aku takut kau nanti dikeluarkan dari sekolah. Ini, pakailah uang tabunganku untuk membayar uang sekolahmu yang sudah menunggak tiga bulan itu!” katanya sembari memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu.
Tentu saja aku gembira. Wayan yang lugu ternyata cintanya tidak main-main. Ia seperti Romeo yang sangat mencintai Juliet. Sementara aku sang Juliet masih memandangnya sebelah mata. Di mataku Wayan hanya seorang anak kecil yang mencari cinta tanpa pernah memperhitungankan apakah sosok yang ia cintai benar-benar berhati tulus seperti harapannya. Dan aku, ‘si pecundang’ yang punya segala cara untuk ‘mempermainkannya’ menjadikan ia semacam ‘ladang’ di kala rasa lapar menggerogoti usus. Wayan yang kuanggap anak ingusan itu, ternyata suatu waktu tidak seperti apa yang kugambarkan. Ia hendak menciumku. Tatkala kutampar wajahnya dan kutendang ia dengan jurus karate yang kukuasai, ia terpana. “Uuuuhhh sakit tau, kau kan pacarku. Masak aku minta cium saja tidak boleh,” katanya dengan wajah meringis.
“Tidak boleh!” jawabku tegas. “Kau tahu apa yang Ayahku katakan bila aku memperbolehkanmu menciumku?”
Wayan menggeleng.
“Dengar ya, Ayahku bilang, jika laki –laki dan perempuan berdekatan lalu berciuman, maka libido sex akan menjalar dari kaki hingga ke ubun-ubun. Naluri sex itu akan menguasai seluruh tubuh. Lalu dari sekedar ciuman, akan merambah ke pegang-memegang, ke pencet-memencet dan seterusnya beralih ke hal yang paling sensitif…”
“Apa itu yang paling sensitif?” Wayan menatapku dengan pandangan menggoda.
“Sudah, jangan pura-pura bego kamu. Ujung-ujungnya perempuan yang menderita. Dia akan hamil, lalu melahirkan tanpa ayah, menjadi komoditi sex dan bisa saja menjadi piala bergilir atau pelacur yang tidur dari satu lelaki ke lelaki lain. Itulah yang ayahku bilang kalau perempuan telah tercerabut dari akarnya. Selanjutnya, setelah tubuh dan jiwanya hancur, dia akan seperti robot tanpa jiwa, melayani kebutuhan para lelaki seperti mesin. Kau tahu itu semua berawal dari mana?” Cecarku.
Wayang melongo. “Tapi cinta dan berciuman, itu kan alami. Kau mencintaiku, kan?” tanyanya dengan suara terbata-bata.
Aku memandang Wayan dengan sorot mata serius. Kataku dalam hati, cinta? Aku belum menemukannya padamu Wayan. Yang kucari adalah sosok cerdas, memiliki visi dan misi yang kuat dan tentu saja mapan dari segi penghasilan. Dan kau? Kurasa kau belum memiliki semua kriteria itu. Kau hanya seorang pecinta bodoh yang masih dirasuki rasa yang kuat bahwa cintamu padaku benar-benar cinta yang muncul dari lubuk hatimu yang terdalam. Cinta tanpa pertimbangan.
Wayan tersentak ketika ia sadar bahwa aku telah mengelabui rasa yang kuat yang ia berikan padaku. Tatkala lelaki yang kuidam-idamkan hadir dan aku jatuh cinta padanya, ia memandang semua itu dengan hati bagai ditusuk sembilu. “Kau menghianatiku, ternyata kau tidak pernah mencintaiku,” katanya dengan perasaan hancur yang fatal. Ia menangis terguguk seperti anak kecil. Lalu ia mogok dan mengancam untuk tidak mengikuti ujian akhir sekolah.
“Apa salahku?” tanyaku dengan nada datar tanpa rasa salah.
Wayan meradang, ia terus menangis. Dan perpisahan itu benar-benar terjadi. Ia memutuskan untuk tidak mau bertemu denganku lagi. Itulah kisah cinta singkatku dengannya. Ketika kami usai mengikuti ujian akhir SMA, Wayan datang di antar ayahnya untuk mengikuti ujian susulan. Dan aku melenyapkan diri dari pandangannya, melanjutkan pendidikanku ke tanah Jawa. Saat itu bisa kupastikan cinta Wayan yang seumur jagung padaku, telah pupus terhapus angin kemarau di bulan Juni, bulan di mana hembusan udara dingin bertiup dari benua Australia.
***
Langit di atas pulau Bali cerah. Aku berjalan perlahan di halaman bekas sekolahku yang kini telah berubah menjadi Akademi Perhotelan. Pasar Kreneng yang berdekatan dengan sekolah tempat kami ‘nongkrong’ melihat penjual batu akik, sudah berubah, sedikit lebih modern. Penjual buah-buahan yang dulu selalu memberiku sisa buah yang tak laku jika aku lapar, masih ada. Ia sudah menjadi begitu tua. Aroma keringat Wayan serasa menusuk lubang hidungku. Tiga puluh tahun telah berlalu. Hai, apa kabarmu Wayan? Tanyaku pada diri sendiri, mengulik kembali kenangan yang pernah ada. Rambutku banyak yang memutih, kurasa dia juga. Penyakit turunan mulai menggerogoti tubuhku, diabetes keparat ini kadang membuat tubuhku kerap lunglai. Aku mencari-cari jejak Wayan di antara kisi-kisi jendela kelas yang pernah kudiami. Hanya imaji tentangnya yang muncul di pelupuk mataku. Ah Wayan, samakah kau kini seperti diriku? Aku perempuan paruh baya yang hidup sendiri, tanpa suami tanpa anak. Kekasih yang dulu mematahkan cintamu padaku, ternyata tak seperti yang kuharapkan. Dia pergi setelah tahu aku tak pernah bisa memberikannya keturunan. Kurasa kau juga akan begitu Wayan. Pria Bali sepertimu tentunya memerlukan pewaris untuk kelanjutan kehidupanmu dan keluarga besarmu. Untung aku membelot darimu, menjadi pengkhianat yang membuatmu terluka. Ya kau beruntung…
“Aku sama tak beruntungnya seperti dirimu, Anjeli!” katamu ketika kita bertemu di sebuah kafe di depan gang menuju ke rumahmu. “Kau semakin menawan dan matang,” katanya lagi.
“Apa kabar isteri dan anak-anakmu?” tanyaku.
Lama Wayan terdiam. “Dan kau apa kisah tentang suamimu yang keren itu?”
Aku menyeruput minuman dingin tanpa gula yang ada di hadapanku. Sengaja aku tak mau menatap matanya, sebab ada genangan air di sudut mataku. Tanya dan jawaban menjadi satu kesatuan yang sangat menyakitkan bila diungkapkan dengan ucapan. Diam sejenak lebih bermakna, dan kami saling tatap, saling memandang melalui mata rabun yang mulai menyerang kornea kami.
“Aku manusia bebas kini.” Ujarku ringan.
Wayan melihat mataku sejenak, “Aku punya dua anak,” ucapnya.
“Kau masih bernasib baik, memiliki dua anak. Sedang aku?” Aku tertawa meringis. “Untung aku tidak menikah denganmu.”
“Aku yang tidak beruntung.” Wayan berkata dengan suara berat.
“Maksudmu?” tanyaku penuh selidik.
Wayan tak menjawab.
Tak seperti kisah yang kuharap akan bermuara pada akhir yang membahagiakan, lalu kututurkan semuanya pada Wayan. “Aku memperoleh perlakuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang parah selama menjadi isteri Nathan.” Ucapku. “Selain aku memang tak bisa memberikannya anak, hinaan demi hinaan, kata-kata kasar, dan tamparan adalah makanan fisik yang membuatku menderita penyakit mental yang cukup parah. Aku sempat menjadi pasien dokter jiwa. Nathan suamiku, dengan sifatnya yang posesif, paranoid, pencemburu parah, kekanak-kanakkan, dan sadis telah mengambil harga diriku sebagai perempuan. Aku telah tercerabut dari akar keperempuananku, sehingga ketika dia mengoyak-ngoyak tubuhku, aku bagai mahluk tak berharga lagi, dia tak menganggapku sebagai manusia.” Lanjutku.
Lama kami terdiam.
“Mengapa dia seperti itu? Apakah kau menghianatinya?” Tanya Wayan.
“Tidak. Ternyata dia sosok manusia yang memiliki kelainan jiwa, psikopat terselubung. Temperamental. Dan manusia yang tidak memiliki hati nurani. Aku telah salah pilih.”

Wayan menatapku dalam-dalam. Aku juga menatapnya dengan irama dan getar rasa yang tidak bisa kudeteksi. “Aku selalu terkenang bau keringatmu…” kataku akhirnya.
Kali ini Wayan terkekeh. “Baunya bikin mual, ya?” tanyanya.
Aku tahu Wayan berusaha mengalihkan seluruh lukaku. Kuhapus air mata yang menggantung di pelupuk mataku.
“Kau sudah terlalu banyak menangis, jangan menangis lagi Angeli… aku senang melihatmu. Rasanya seperti mimpi.” Wayan memegang jemariku. Ia menatapku lagi. Lalu katanya, “Jangan takut, tak akan ada libido di aliran jemariku. Aku sudah mati rasa. Yang ada hanya rasa gembira dan bahagia melihatmu masih sehat dan cantik.”
Wahai, aku kembali cengeng, air mataku menetes deras membasahi pipi. “Maafkan aku telah menghianatimu Wayan, maafkan…”
Dua hari setelah Wayan berjumpa denganku, ia datang ke losmen tempatku menginap. Ia duduk di ruang depan losmen sembari mengungkapkan apa yang ia rasa. Begitulah setelah kena stroke, seluruh uangnya habis dikuras sang isteri yang kabur dengan laki-laki lain. Ia menjadi manusia tak berdaya baik dari segi materi maupun jasmani. Ditambah dengan bisnis travelingnya yang bangkrut, Wayan merasa dunianya sudah berakhir. “Dua anakku kini ikut Ibu mereka. Aku sendirian.” Kisahnya.
“Lalu?” Mataku menatapnya penuh selidik. Aku membaca ke mana arah ucapannya.
“Bisakah kita bersama lagi?”Tanyanya dengan wajah serius.
Aku tercekat. Mengucapkan kata untuk memoles kembali kisah yang telah retak memang mudah. Tetapi di balik itu banyak pihak yang harus dilibatkan. Pertama keyakinan kami berbeda, kedua aku sudah paruh baya dan sakit-sakitan, ketiga aku tak punya deposito, berobat pun memakai BPJS. Aku hanya berharap dari gaji PNS dengan golongan 3A. Keempat, aku telah frigid, tak ada ketertarikan akan sex baik di jiwa dan ragaku. Semua organ libido di tubuhku telah mati rasa. Semuanya itu kuceritakan pada Wayan.
“Aku juga.” Kata Wayan. “Kita tidak butuh itu semua. Masalah keyakinan, aku tak bisa memaksamu untuk ikut agamaku. Aku tak bisa menjamin kau akan masuk surga atau tidak karena aku tak tahu di mana tempat itu berada. Agama ada di hatiku, Tuhan maha tahu segalanya. Jika aku berbuat baik atau jahat, maka tempat aku berada kelak sudah disiapkan olehNya. Jadi selama kita masih diberikan rasa cinta, mengapa kita tidak melaksanakannya? Aku cinta padamu Anjeli. Sejak dulu, cintaku bukan hanya karena libido semata, cinta yang benar-benar tulus yang kubawa hingga aku mati, sungguh…”
Ah, lagi-lagi aku menangis. Melalui jemari rapuhku yang penuh dengan keriput, kuusap wajah Wayan dengan penuh kasih. Wajah kekanakkan yang menyimpan ribuan rindu untukku. “Ya, ternyata aku juga mencintaimu Wayan…” bisikku perlahan, nyaris tak terdengar…
***
Depok Juli 2016


Jumat, 11 November 2016

Prasangka






Seorang gadis mungil yang cantik membawa dua apel dengan kedua tangannya..
Ibunya menghampiri dan dengan lembut memohon putri mungilnya dengan tersenyum:
"Putri manisku, maukah kamu memberikan pada ibu salah satu dari dua apelmu?"
-
Gadis itu memandang ibunya selama beberap detik, dan tiba-tiba dengan cepat dia menggigit salah satu apel, dan lalu menggigit pula apel yang lain.
-
Sang ibu merasakan kebekuan dalam senyumnya.
-
Dia mencoba dengan kuat agar menghilangkan kekecewaanya.
-
Lalu sang putri mungil memberikan salah satu dari apel yang telah tergigit itu ke ibundanya, dan berkata:
"Ibu, ambilah.. Ini yang lebih manis."

Selasa, 01 November 2016

Putri Rose dan Burung Emas





Putri Rose dan Burung Emas 

 Dahulu kala, di sebuah kerajaan yang sangat jauh, hiduplah seorang Putri yang sangat cantik. Dia memiliki rambut merah panjang dan sangat mencintai bunga mawar sehingga banyak orang yang memanggilnya Putri Rose. Setiap malam setelah senja, Putri Rose keluar ke balkon dan bertepuk tangan. Seekor burung emas datang dan terbang entah dari mana kemudian hinggap di bahunya. Seketika itu, rambut sang putri mulai bersinar, terang benderang dengan cahaya merah cemerlang.

 

 Ketika burung tersebut mulai berkicau seperti sedang menyayikan sebuah lagu yang mempesona, Putri Rose ikut bernyanyi mengikuti alunan kicauan burung tersebut, dan semua orang yang berada di kerajaan tersebut tertidur dan bermimpi manis sampai subuh.
Setiap malam Putri Rose bersama burung emas kecilnya selalu menyanyikan lagu pengantar tidur yang penuh kasih, sehingga semua orang dapat tertidur nyenyak dan memiliki mimpi manis sampai subuh.

Namun, sesuatu yang mengerikan terjadi. Seorang penyihir jahat yang belajar tentang Putri Rose dan memutuskan untuk mengutuk dia. "Abracadabra, Sim-Sala-bim, rambutmu akan berubah menjadi hitam gelap Rose!" kata sang penyihir dan warna rambut Putri Rose pun langsung berubah menjadi hitam seperti tar.

Malam itu juga, Putri Rose keluar ke balkon dan bertepuk tangan. Tetapi, ketika burung emas itu muncul rambutnya justru bersinar hitam bukan merah. Burung tersebut kemudian menyanyikan melodi yang mempesona dan Putri Rose juga turut menyanyikan lagu pengantar tidur nya itu.

Semua orang yang berada di kerajaan juga ikut tertidur, tapi malam itu mereka bukannya bermimpi manis  justru sebaliknya, mereka bermimpi sangat buruk.

Pada hari berikutnya, sang Putri sedih dan bertanya pada burung emas, "Katakan padaku burung emas, bagaimana saya bisa membuat mimpi orang-orang yang berada di kerajaan menjadi begitu manis lagi sampai fajar?"

"Celupkan rambut hitam mu ke dalam air mawar," jawab burung emas sambil berkicau.

Sang putri sempat bertanya-tanya tentang saran dari burung emas, namun Putri Rose mematuhi saran yang diberikan burung emas.

Putri Rose mengisi air kedalam sebuah baskom dan kemudian ditaburi kelopak mawar di permukaan air tersebut. Lalu, Putri Rose mencelupkan rambutnya ke dalam air mawar pada baskom dan warna rambut Putru Rose langsung berubah menjadi merah lagi.

Pada malam itu, saat burung bertengger di bahu Putri Rose, rambutnya yang merah bersinar cerah menerangi langit malam. Putri Rose kemudian menyanyikan lagu pengantar tidur dan semua orang yang berada di kerajaanpun tertidur dan memiliki mimpi manis sampai subuh.

Akan tetapi, Penyihir jahat itu datang lagi dengan raut wajah yang sangat marah karena kutukannya telah hilang, penyihir jahat memberikan kutukannya lagi kepada Putri Rose.
"Abracadabra, Sim-Sala-bim, rambutmu akan berubah menjadi hitam gelap Rose!" Dan seketika rambut Putri Rose berubah menjadi hitam seperti tar lagi.

Akan tetapi, kali ini penyihir jahat itu memusnahkan semua bunga mawar yang ada di seluruh kerajaan. "hahahaha, Sekarang kamu tidak akan bisa memusnahkan kutukanku lagi Putri Rose!" Penyihir jahat itu mengejek Putri Rose penuh dengan kemarahan.


Sekali lagi, Putri Rose sedih dan bertanya lagi pada burung emas, "Katakan padaku burung emas, bagaimana saya bisa membuat mimpi orang-orang yang berada di kerajaan menjadi begitu manis lagi sampai fajar?"

"Celupkan rambut hitam mu ke dalam air mawar," jawab burung emas sambil berkicau.

"Tapi di mana aku harus mencari mawar?" tanya Putri Rose.

"Celupkan rambut hitam mu ke dalam air mawar," jawab burung emas sambil berkicau.

http://robust-chemical.com/lemari-asam-fume-hood-based-on-wooden-structure/ .adv - Sang putri tidak tahu apa yang harus dilakukan. Penderitaan Putri Rose sangat besar sampai matanya berkaca-kaca, dan salah satu air matanya jatuh ke tanah. Pada saat itu pula, datang seorang pangeran muda dan tampan yang telah berhenti di bawah balkon Putri Rose, kemudian sang pangeran mengeluarkan sebuah kotak kecil yang didalamnya berisi sehelai rambut merah.
Sang Pangeran membungkuk dan menaruh rambut merah di atas air mata sang Putri. Dan kemudian, keajaiban yang tak terduga terjadi. Tiba-tiba saja, rambut merah yang di taruh di atas air mata tersebut berubah menjadi mawar merah.

Sang Pangeran mengambil mawar dan membawanya ke sang Putri. Setelah melihat mawar, Putri Rose langsung menghapus air matanya dan memetik kelopak mawar tersebut untuk diletakan diatas air pada baskom. Kemudian, Putri Rose mencelupkan rambutnya kedalam baskom yang berisi mair dan mawar.

Pada akhirnya kutukan penyihir jahat itupun hilang. Semua orang yang berada di kerajaan tersentak kaget dan Raja meminta sang Pangeran, "Anak muda, dari mana kamu temukan rambut merah Putri Rose?"

"Ketika putri dan aku masih kecil, aku mengambil sehelai rambut dari kepalanya sebagai tanda kesetiaan aku kepadanya. Dan dia melakukan hal yang sama dengan saya, menarik keluar sehelai rambut saya dari kepala saya sendiri."

"Itu benar, ayah," sang Putri meyakinkan ayahnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Dia membukanya untuk memperlihatkan sehelai rambut dari kepala sang Pangeran.

Penyihir jahat datang lagi setelah dia mengetahui bahwa kutukannya telah hilang lagi, kejahatan penyihir jahat membengkak sehingga tubuh penyihir jahat itupun meledak menjadi ribuan potong kecil. Dan akhirnya, bunga mawar yang mekar tunbuh di setiap taman kerajaan. Setiap malam Putri Rose menyanyikan lagu pengantar tidur yang disukainya, dan semua orang tertidur sampai memiliki mimpi manis hingga subuh

 http://www.dongenganakdunia.com/2015/04/putri-rose-dan-burung-emas-dongeng.html

 

Dheda Dan Lima Butir Kentang





Dheda Dan Lima Butir Kentang

Dahulu kala, di sebuah dusun hiduplah seorang pencari kayu bakar bernama Dheda. Dia tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Mereka sangat miskin. Untuk makan sehari-hari saja mereka sering kekurangan.
Sudah seminggu ini hujan terus-menerus turun dengan lebatnya. Dheda tidak bisa pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.
Mereka bertahan dengan persediaan makanan yang ada. Tentu saja, lama-lama persediaan mereka semakin sedikit, hingga suatu hari istri Dheda berkata, "Ayah, kita tidak punya persediaan makanan lagi. Makanan yang tersisa tinggal lima butir kentang. Itu tidak cukup untuk makan kita berlima," katanya.
"Aku tahu," kata Dheda.
“Tapi bagaimana lagi? Hujan tidak juga mau berhenti. Aku tidak bisa mencari kayu ke hutan. Bersabarlah, mudah-mudahan besok tidak hujan dan aku bisa bekerja! Biarlah persediaan terakhir kita untuk makan anak-anak saja," ujar Dheda.
Menjelang sore, ada yang mengetuk pintu rumah Dheda. Ternyata, seorang pengemis tua yang basah kuyup kehujanan. Dheda segera menyuruhnya masuk.
“Terima kasih, Tuan," kata pengemis tua.
"Saya sudah berhari-hari kehujanan. Perut saya lapar sekali. Kalau boleh, saya ingin minta makanan untuk mengganjal perut," pintanya.
Dheda terdiam. Dia kasihan sekali melihat pengemis tua itu. Tapi, mereka tidak punya persediaan makanan lagi. "Sayang sekali aku tidak memiliki sisa makanan. Kami pun sedang kekurangan makanan,” kata Dheda.
"Oh, kasihanilah saya, Tuan. Sudah tiga hari ini saya belum makan," kata pengemis.
Dheda merasa sangat iba. Dia menghampiri istrinya dan berkata, "Bu, aku kasihan melihat pengemis itu. Bagaimana kalau kita berikan saja persediaan makanan terakhir kita."
"Baiklah, Pak. Aku akan segera memasak kentangnya," kata istrinya.
Akhirnya, istri Dheda merebus kentang yang tinggal lima butir tersebut dan menghidangkannya kepada si pengemis tua. Pengemis itu memakan keempat kentangnya dan menyisakan sebutir kentang saja.



Kemudian, si pengemis itu pun berpamitan, "Terima kasih, Tuan."
"Sama-sama, Kek. Hati-hati di jalan ya, Kek," kata Dheda.
“Oh iya, tadi aku menyisakan sebutir kentang di piring. Jika nanti kalian ingin makan, iris-iris kentang itu rnenjadi lima iris! Pasti akan cukup untuk kalian berlima. Nah, selamat tinggal," kata pengemis tua.
Setelah pengemis tua itu pergi, Dheda memandangi satu butir kentang yang tersisa di piring dan berpikir, "Maria mungkin satu butir kentang ini bisa cukup untuk kami berlima?"
Namun karena penasaran, dia mengajak keluarganya untuk berkumpul dan kemudian mengiris-iris kentang itu menjadi lima iris. Ajaib! Ternyata, kelima iris kentang itu berubah menjadi lima butir kentang. Saat sebutir kentang itu diiris menjadi lima iris lagi, akan berubah menjadi lima butir kentang lagi. Demikian seterusnya.
Sejak itu, Dheda dan keluarganya tidak pernah kekurangan makanan lagi. Bahkan, persediaan makanan mereka sekarang berlimpah. Dheda membagi-bagikannya kepada tetangga-tetangga mereka yang kekurangan.
 http://dongengceritarakyat.com/dongeng-cerita-rakyat-India/

Kenapa Air Laut Asin?





Kenapa Air Laut Asin?

Beratus-ratus tahun yang lalu ada seorang raja yang memiliki batu penggiling ajaib. Batu ajaib itu bisa mengabulkan apa saja yang diminta oleh pemegangnya. Dengan mengatakan apa yang kita inginkan sambil memutar batu penggiling ajaib itu, pasti akan terkabul.

 Seorang pencuri berencana hendak mencuri batu penggiling ajaib itu. Berhari-hari, dia memikirkan cara mencurinya, namun rencananya selalu terlihat tidak bagus.

Suatu hari, dia menyamar menjadi seorang pejabat dan mendatangi kantor para pelayan istana. Dia mengajak kepala pelayan istana mengobrol. Lalu, si pencuri berkata, "Aku dengar, raja mengubur sebuah batu penggiling ajaib karena dia selalu curiga dan tidak percaya pada para menterinya."
"Hah, raja tidak percaya pada para menterinya? Kata siapa?" tanya kepala pelayan.
"Semua orang desa membicarakannya," kata pencuri yang gembira karena hasutannya berhasil.
"Katanya, raja menggali lubang yang sangat dalam untuk menguburnya. Sebab, takut ada orang yang akan mencurinya," hasutnya lagi.
"Omong kosong!" kata kepala pelayan.
"Batu penggiling ajaib itu ada di samping bunga lotus di dalam taman istana," kata kepala pelayan.

"Oh, benarkah?" kata si pencuri dengan wajah berseri-seri.
"Tidak ada seorang pun yang berani mencurinya," kata kepala pelayan.
"Orang gila mana yang mu mencurinya. Di tempat itu selalu ramai orang berlalu-lalang," kata si kepala pelayan lagi.
Si pencuri sangat gembira karena berhasil mendapatkan informasi berharga. Suatu malam yang gelap, si pencuri memanjat tembok istana dan mencuri batu penggiling ajaib. la sangat bangga dengan keberhasilannya. Namun, dia juga merasa takut. Jika raja menyadari bahwa batu penggiling ajaibnya telah hilang, ia akan menanyai semua penduduk. Lalu, ia akan tertangkap.
Si pencuri lalu memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di seberang lautan. Pencuri naik perahu hendak mengarungi laut dan pulang. Di perjalanan, si pencuri berpikir, "Aku harus meminta sesuatu yang bisa membuatku menjadi kaya."
"Garam!" teriaknya tiba-tiba. "Semua orang membutuhkan garam. Aku bisa menjualnya dengan harga mahal. Dan aku akan kaya," katanya lagi.

Lalu, dia mulai berlutut dan memutar batu penggiling tersebut sambil bergumam, "Garam, garam. Beri aku garam!"
Dia mulai tertawa dan menari dengan gembira ketika dilihatnya butiran-butiran garam mengalir dari batu penggiling ajaib tersebut. "Aku kaya," teriaknya sambil terus bernyanyi dan menari.
Sementara, batu penggiling itu terus berputar mengeluarkan butiran garam hingga memenuhi separuh kapal. Begitu si pencuri menyadarinya, garam itu sudah hampir membuat kapal tenggelam. Dengan panik, dia berusaha menghentikannya. Namun batu penggiling itu sudah tertimbun oleh gunungan garam sehingga akhirnya kapal itu pun tenggelam bersama dirinya.
Hingga kini, batu penggiling ajaib tersebut terus berputar dan terus menghasilkan garam karena tidak ada seorang pun yang berhasil menemukan dan menghentikannya. Itulah sebabnya sampai sekarang air laut selalu asin.
http://dongengceritarakyat.com/dongeng-cerita-rakyat-korea/



 

 

 

 

 

Sungai Narran





Sungai Narran


Benua Australia yang terdiri dari ribuan lembah-lembah ngarai yang dalam dan terjal, disela lembah dan ngarai tersebut mengalirlah sungai Narran yang airnya jernih. Tetapi anda jangan tertipu oleh kejernihan air sungai Narran tersebut sebab di dalam sungai tersebut telah menanti bahaya mengancam dari buaya yang ganas-ganas. Sungai Narran adalah sarang buaya ganas yang menakutkan. Tetapi semua pun akan terpesona oleh kecantikan alamnya yang begitu indah.


 Hiduplah sepasang suami istri dengan seorang anak lelaki. Keluarga Byamee akan mencari bekal makanan selama musim panas. Byamee sebagai kepala keluarga bertugas mencari madu dan anak serta istrinya akan diberi tugas mencari umbi-umbian yang biasa dimakan pada zaman itu. Dalam membagi tugas ini, mereka mencari makanan untuk bekal sampai musim dingin yang akan datang. Juga mereka akan mencari kayu bakar ke hutan, selain untuk memasak kayu bakar waktu itu di gunakan untuk penghangat ruangan.

Setelah tugas mencari ubi jalar selesai, keranjang yang lumayang besar itu telah terisi penuh. Segeralah istri Byamee mengajak anaknya untuk pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, "namun musim panas yang menyengat ini begitu gerah."
Gerutu istri Byamee dalam hatinya ketika melangkahkan kakinya.

Akhirnya mereka pun melewati sungai Narran yang airnya begitu jernih, sejuk di pandang mata anak dan ibu ini. Karena tidak tahan akan cuaca hari itu dan air sungai yang mengoda akhirnya mereka berdua pun berenang. Air yang sejuk menyirami seluruh badan mereka, rasa capai dan penat yang tadi dirasakan berangsur-angsur pulih kembali.

Saking asyiknya mandi dan berenang mereka berdua tampa sadar telah di incar seekor buaya yang besar serta ganas. Secepat kilat buaya besar itu menerkam kedua orang ini, sang buaya pun mendorong-dorong kedua orang itu, anak dan ibu yang malang dimasukan ke dalam sarangnya, tidak jauh dari sungai Narran tersebut.

Ditempat lain bapak Byamee yang sedang asyiknya mencari madu, merasa ada sesuatu yang tidak mengenakan hatinya. Seperti ada pertanda yang buruk lagi mengancam keselamatan anak dan istri tercintanya di hutan sana. Tampa membuang waktu lagi bapak Byamee pergi ke hutan di mana anak istrinya tengah mencari umbi-umbian dan kayu bakar. Ketika menyusuri sungai Narran, pa Byamee menemukan keranjang yang penuh dengan ubi, yang biasa di bawa istrinya. Bapak ini pun dengan gugup berteriak-berteriak memanggil kedua orang yang di cintainya itu, tetapi istri maupun anaknya kaga ada yang menjawab pangilannya itu.

Dengan penuh kekhawatiran yang sangat amat bapak Byamee pun bertindak dengan cepat mengeluarkan ilmu saktinya. Maka digalilah lubang untuk mengalirkan air kelembah lain, dengan demikiaan keringlah sungai Narran tersebut.

Setelah sungai Narran kering bapak Byamee akhirnya masuk, dan mencari setiap lubang sarang buaya di sungai kering tersebut. Yang pada akhirnya di temukan juga istri dan anak tercinta dalam sebuah sarang buaya, bapak Byamee pun segera menyelamatkannya.

Setelah menyelamatkan istri dan anaknya bapak Byamee pun mengalirkan kembali air sungai dari lubang yang besar dari lembah yang telah terbentuk danau itu ke sungai Narran.

Akhirnya keluarga bapak Byamee selamat, dan kembali menjalani kehidupan mereka seperti biasa, hidup bahagia dan tentram.
Danau Narran, atau lembah yang di isi air dari sungai Narran pun, sampai saat masih ada di Australia.
 http://www.dongenganakdunia.com/2015/12/danau-narran-dongeng-australia.html



BUMERANG KECIL





Oolah adalah seekor kadal yang lelah berbaring di bawah sinar matahari, tidak melakukan apa-apa. Jadi dia berkata, "Aku akan pergi dan bermain." Dia mengambil bumerang keluar, dan mulai berlatih melemparkan bumerang tersebut. Ketika ia sedang bermain, Galah datang dan berdiri dalam jarak yang dekat, menonton bumerang datang dan terbang kembali, untuk jenis bumerang yang dilemparkan Oolah adalah jenis bubberahs. Mereka lebih kecil daripada yang lain, dan lebih melengkung, dan ketika dilemparkan dengan benar bumerang ini akan kembali ke pelempar, sedangkan bumerang lain tidak.

 Oolah bangga ketika melihat si Galah menonton keterampilannya. Dalam bangga ia melempar bubberah dengan cara yang spesial, dan melemparkannya dengan sekuat tenaga. Whizz, mendesing di udara, kemudian kembali datang, menghantam si Galah pada bagian atas kepalanya, menyebabkan baik bulu dan kulitnya tercabut keluar.

Galah berdiri dengan mengerikan, berbunyi dan menjerit, dan berlari-larian disekitar, kemudian berhenti setiap beberapa menit untuk mengetuk kepalanya di tanah seperti burung marah. Oolah begitu ketakutan ketika melihat apa yang telah dilakukannya, dan melihat bahwa darah mengalir dari kepala Galah, dia kemudian meluncur pergi bersembunyi di bawah semak bindeah. Tapi Galah melihatnya. Dia tidak pernah menghentikan suara mengerikan yang ia buat selama satu menit, namun, masih menjerit-jerit, dia mengikuti Oolah. Ketika dia sampai di semak bindeah ia bergegas di hadapan Oolah, menangkap dia dengan paruhnya, mendorongnya di semak-semak sehingga setiap bindeah telah membuat lubang di kulitnya. Kemudian dia mengusap kulitnya dengan kepalanya yang berdarah sendiri. "Nah," katanya, "Anda Oolah akan membawa bekas semak bindeahs pada Anda selalu, dan noda darah saya."

"Dan kau," kata Oolah, sambil mendesis kesakitan akibat luka dari duri, "akan menjadi burung berkepala plontos selama saya menjadi kadal berduri merah."

Jadi sampai hari ini, di bawah puncak Galah itu Anda selalu dapat menemukan burung botak yang bubberah akibat yang dilakukan oleh Oolah pertama kali. Dan di negara yang lain ada kadal yang akibat perbuatan Galah berupa kadal berwarna coklat kemerahan, dan ditutupi dengan paku seperti duri bindeah.


sumber: Australia